KENANGAN
Aku menatap lembut setiap bulir
air hujan yang jatuh ketanah. Setiap bulir air yang mengandung kenangan.
Kenangan indah ketika aku dan kamu bersama berbagi canda dan tawa. Kenangan
puluhan bahkan ribuan bulir air jernih tak berwarna. Tak tertembus pandangan
mata. Tak mempunyai titik terhingga. Aku kembali memandangi setiap rintik air
jernih tak berwarna dari jendela atas kamarku. Menghentikan lamunan tentang
kenangan tempo dulu. Namun tiba-tiba aku kembali teringat oleh kenangan itu.
Lamunanku pun tak kunjung berhenti. Otakku kembali berotasi mengingat-ingat
kenangan itu. Kenangan terhadap orang itu. . .
Suatu hari sebuah wajah dengan
tatapan penuh senyuman datang menghampiriku, ketika aku sendirian duduk diteras
depan kelasku, kala awan mengeluarkan rintiknya. Aku memandangi rintik-rintik
hujan yang mendarat saat itu. Rintik yang mungkin terasa sangat menyejukkan.
Lama kelamaan aku merasa dinginnya pagi itu mulai menusuk tulangku, membuatku
ingin beranjak dari tempat itu. Tiba-tiba dia dating dan memberikanku sebuah
jaket berwarna biru tua dan menyelimutkan jaket itu dibadanku. Keadaanpun mulai
terasa hangat, bukan karena jaket itu saja tetapi juga karena dia membuat
suasana saat itu menjadi hangat, nyaman. Dia menciptakan suasana yang sangat
membuat aku nyaman, dengan tawa, canda dan sebuah seyum kecil yang dialontarkan
kepadaku. Entang mengapa aku sangat menyukai senyuman itu. Dia menggenggam erat
jemari tanganku dan membuat aku merasa sangat nyaman, namun tak lama kemudian
suara yang sangat kami hafal mengagetkan kami. Kini kami harus segera memasuki
ruangan kelas kami masing-masing. Dia beranjak pergi terlebih dahulu, karena
aku masih enggan untuk meninggalkan dan bangun dari tempat dudukku saat ini. Aku hanya memandangi setiap
langkahnya menuju lorong-lorong atar kelas. Bayangan indah itu semakin lama
semakin menghilang dari pandangan mataku. Aku jadi teringat saat pertemuan
pertama kali dulu ketika awal masuk dikelas sepuluh, awalnya aku sangat benci
padanya karena dia sangat jahil. Dia sering menggangguku, mengejekku, sangat
sering bahkan dulu untuk sekedar mendengarkan suaranyapun aku sudah malas dan
ingin segera beranjak pergi mencari tempat dimana aku tidak akan menemukan dia
dan sebaliknya. Namun semuanya berubah 180% waktu itu. Waktu aku, dia dan
beberapa teman lainnya tertahan di sekolah karena hujan mengguyur dengan sangat
deras. Dia berdiri tepat disebelahku saat aku sedang asik menatap hujan yang
berdemo itu.
“ Hujannya deras ya? ” ucapnya memulai perbincangan
denganku. Aku hanya menoleh sebentar padanya.
“ Kok gak jawab sih !! aku ngajak ngomong kamu
kalik ? Ucapnya ketus.
“ Oh ngomong sama aku ? Bilang dong ! Kiraiin baru
ngomong sama hujan. ” Jawabku singkat.
“ Ya , kamu lah sayang.” Ucapnya merayu.
“ Dih.” Jawabku singkat.
“ Kenapa sih ,kamu itu selalu ketus kalau ketemu
aku? Salahku sama kamu apa?” tanyanya kepadaku.
“ Salah kamu? Mau tau salah kamu apa? Salah kamu
sama aku itu banyak. Males juga aku jelasinnya !” Jawabku pedas.
“ Apa salahku ? aku ganggu kamu ?” tannyanya.
“ Nah itu kamu tau, kamu tu kayak gak punya kerjaan
lain tau gak! Setiap harinya selalu aja kamu gangguin aku, sumpah ya aku bosan
sama kamu, kamu selalu bikin aku kesal setiap hari.” Ucapku panjang lebar.
“ Aku enggak pernah ada maksud ngebuat kamu kesal tau,
aku tu Cuma pengen temenan sama kamu, tapi kamu kayaknya gak pernah ngerespon
aku.” Ucap Indra.
“ Temenan? Kamu yakin mau temenan sama aku? Gak
percaya .” Ucapku.
“Yakin 100% Intan.” Rayu Indra.
Aku
hanya terdiam. Panjang pembicaraan kami siang itu hujan pun mulai reda dan aku
pun ingin beranjak pergi dari tempat tadi. Namun Indra menahan langkahku untuk
pergi.
“ Maafin aku ya !” Minta Indra.
“ Maaf buat apa ?” Jawabku.
“ Ya buat
salah aku yang numpuk tinggi sama kamu.” Jawab Indra.
“ Hem.” Aku menjawab singkat.
“ Kok jawabnya gitu sih?” Tanya Indra padaku.
“ Terus aku harus jawab gimana?” Tanyaku singkat.
“ Ya jawab kamu mau maafin aku!” Jawabnya.
“ Aku maafin kok , tapi kamu jangan gangguin aku
lagi.
“ Aku gak akan gangguin kamu lagi kok, tapi kita temenan
ya?” Ucapnya sembari mengulurkan jari kekelingkingku.
Entah kenapa dihari itu aku seperti melihat ketulusan dari wajahnya dan senyumannya yang sederhana itu terlihat tulus saat aku juga membalas mengulurkan jari kelingkingku.
Entah kenapa dihari itu aku seperti melihat ketulusan dari wajahnya dan senyumannya yang sederhana itu terlihat tulus saat aku juga membalas mengulurkan jari kelingkingku.
Ya
hari itu berakhir dengan cukup baik. Setidaknya aku tidak akan diganggu lagi
oleh dia.
Sejak
hari itu dia menjadi teman dekatku, aku sering menghabiskan waktu bersamanya di
banyak tempat, di sekolah, di rumah, mengerjakan tugas bersama, bernyanyi dan
bermain gitar bersama, dia memberi kerlap-kerlip warna indah dihidupku. Aku
menceritakan banyak hal padanya dari masalah percintaan hingga keluarga
begitupun dia, entah mengapa aku percaya padanya. Namun lama-kelamaan ada
perasaan lainyang muncul, terkadang aku jadi merasa canggung jika didekatnya,
ya perasaan itu perasaan paling bodoh sedunia yang bisa membuat orang menangis,
tertawa, sedih, senyum, yang bisa menghancurkanpersahabatan. Aku berusaha
membuang jauh perasaan bodoh itu, aku takut semua yang sudah kurangkai dengan
baik bersamanya hancur begitu saja, aku takut jika nanti aku akan cemburu saat
dia sudah bersama orang lain dan aku membencinya, aku takut jika saja hal itu
terjadi, aku takut jika harus kehilangan dia. Dan akupun memendam perasaan itu.
Hari itu tiba, hari dimana aku sangat membencinya.
Hari dimana orang yang benar-benar aku sayangi memilih pergi dari hidupku. Ya
Indra akan pergi.
“ Indra kamu yakin mau pindah? Kamu yakin mau
ninggalin aku?” Tanyaku kepadanya.
“ Maaf, aku gak bisa bayangin disetiap detik waktuku
gak ada kamu disisihku tapi gak ada cara lain aku harus ikut mama ke Australia
untuk berobat. Dihidupku mama dan kamu memang sangat berharga. Kamu sahabatku
dan beliau orang tuaku. Tapi aku gak bisa egois aku gak bisa terlahir di dunia
ini tanpa beliau. Aku minta maaf.” Ucap Indra.
Aku
tak bisa berkata apapun, aku gak bisa mendefinisikan perasaanku saat itu. Tanpa
disadari air mataku menetes. Kami pun saling berpelukan. Namun Indra berbisik
sesuatu ditelingaku. Aku masih sangat ingat dengan kalimat itu. Kalimat yang
sampai sekarang masih selalu aku ingat-ingat. Kalimat yang selalu berotasi
dikepalaku saat aku merindukan dia. Kalimat yang berbunyi Intan sampai kapan
pun kamu yang selalu ada dihatiku. Aku sayang sama kamu.
Aku pun tersadar dari lamunan masa laluku setelah
mama membuka pintu kamarku. Lamunan bodoh tak bermutu yang selalu aku
ingat-ingat. Lamunan tentang orang yang mungkin tak akan kembali dihidupku.. ~